Uang memang bukan segalanya, tetapi dapat membuat kita frustrasi jika tidak mampu mengelolanya dengan baik. Uang memang bukan segalanya, tetapi miskin akan uang bisa menjadi awal mala petaka dalam sebuah keluarga.
Pengantar
Setiap keluarga, terutama keluarga muda (fresh married) yang baru memulai kehidupan bersama, pasti senantiasa diliputi perasaan bahagia. Bahagia karena telah berhasil melewati sekaligus memenuhi berbagai prasyarat awal, untuk dapat hidup bersama dalam suatu komunitas sosial mikro yang bernama keluarga alias rumah tangga.
Di samping kebahagiaan, hal lain yang juga menjadi impian setiap keluarga adalah kamapanan keuangan. Bagi pasangan muda, kemapanan keuangan barangkali masih menjadi agenda kesekian karena hal yang merupakan prioritas adalah bagaimana menggunakan penghasilan yang ada untuk saling membahagiakan. Kebutuhan, bahkan keinginan apa pun dari pasangan, akan dipenuhi. Atas nama saling membahagiakan, maka persentasi terbesar dari penghasilan (take home pay) biasanya dialokasikan untuk biaya kebahagiaan. Menjadi bahagia adalah hak setiap orang, termasuk pasangan dalam keluarga. Namun, kebahagiaan yang disikapi dan dimaknai secara tidak proporsional, akan mengganggu arus pengelolaan keuangan keluarga sekaligus menghambat pencapaian kebahagiaan jangka panjang.
Dampak sesaat yang dapat dirasakan sebagai akibat kurang cermat dalam mengelola keuangan keluarga yakni kekacauan atau ketidakstabilan keuangan (finance turbulence). Tidak jarang, belum sampai akhir bulan, masing-masing pasangan sudah kelimpungan karena sudah tidak ada sisa dana untuk melanjutkan hari dan mempertahankan kebahagiaan hingga penghujung bulan. Perjalanan bulanan keluarga berakhir kurang bahagia alias tragis. Seharusnya kondisi ini disadari sejak awal sehingga bisa terhindar dari serangan virus “kanker ganas” alias kantong kering karena gaji tanpa sisa.
Serangan “kanker ganas” akan semakin menjadi apabila beberapa kewajiban bulanan yang harus menjadi prioritas, belum terselesaikan dengan baik. Misalnya, pembayaran angsuran mobil atau motor, angsuran rumah, sewa apartemen atau kontrak rumah, kartu kredit, bayar listrik, telepon, bahkan uang sekolah anak. Jika kewajiban prioritas ini sudah menjadi problem, maka kemungkinan yang akan terjadi adalah menerapkan sistem “member” (manajemen bertahan) dengan pola gali lubang tutup lubang. Semakin banyak lubang yang tergali, maka semakin terkikis pula kebahagiaan, ketenangan dan kedamaian dalam keluarga.
Virus “kanker ganas” dan sistem “member” sesungguhnya bukan momok yang manakutkan. Mereka harus disikapi untuk dijinakan. Obat penangkal untuk menjinakan kedua virus tersebut adalah cermat dan bijak. Cermat dalam melakukan perhitungan dan bijak dalam menerapkan pengelolaan keuangan keluarga. Dengan demikian, pelayaran bahtera rumah tangga dalam lautan kehidupan, akan terhindar dari serangan badai dan virus yang dapat menimbulkan turbulensi keuangan.
Cermat dan bijak juga hendaknya menjadi anak kunci bagi setiap keluarga, untuk membuka pintu kesadaran akan pentingnya manajemen keuangan, agar mampu menakhodai bahtera rumah tangga dalam melayari lautan kehidupan yang maha luas. Manajemen keuangan keluarga yang dikelola secara cermat dan bijak, akan mampu menghantarkan setiap keluarga menuju pelabuhan impian, yaitu kebahagiaan sejati. Kebahagiaan yang menentramkan hati dan pikiran setiap anggota keluarga, karena didukung mapannya kondisi keuangan.
Pentingnya Manajemen Keuangan Keluarga
Pertanyaan reflektif dan mendasar yang perlu dikemukakan dalam konteks ini adalah : “Pentingkah manajemen keuangan keluarga bagi sebuah komunitas mikro seperti keluarga? Apakah dengan menerapkan manajemen keuangan yang baik, sebuah keluarga sudah terbebas dari problem keuangan?” Jawab atas pertanyaan pertama, tentu penting. Sedangkan untuk pertanyaan kedua, setidaknya meminimalisasi persoalan keuangan dalam keluarga, sehingga tidak berkembang menjadi problem akut yang mengganggu dinamika dan kelangsungan hidup sebuah keluarga.
Dalam kaitan dengan fungsinya, uang hanyalah merupakan sarana untuk memperlancar dinamika kehidupan sebuah keluarga. Sebagai sarana, uang hendaknya dikelola secara bijak agar tidak sampai menimbulkan masalah. Realitas menunjukan bahwa banyak keluarga tidak begitu pusing dengan manajemen keuangan, karena percaya bahwa cukup bekerja keras dengan gaji yang tinggi, maka dengan sendirinya akan menyelesaikan semua persoalan keuangan. Benarkah?
Analisis korelasi antara uang dan keluarga, menunjukan beberapa hal yang melatarbelakangi pentingnya manajemen keuangan keluarga, antara lain :
a. Eksistensi suami – istri.
Suami-istri merupakan pasangan yang sepakat untuk membangun sebuah rumah tangga, atas dasar cinta kasih. Walaupun sepakat atas nama cinta, mereka tetap merupakan dua pribadi yang berbeda. Mereka berasal dari keluarga yang berbeda, lingkungan serta latar belakang budaya yang berbeda. Keragaman perbedaan akan mempengaruhi cara pandang masing-masing terhadap uang. Apalagi uang tidak ada hubungannya dengan cinta. Perbedaan ini dapat dijembatani dengan menerapkan manajemen keuangan dalam keluarga secara arif.
b. Uang sering menjadi pangkal perselisihan.
Perselisihan atau salah paham adalah bagian dari dinamika kehidupan sebuah keluarga. Oleh karena itu, perselisihan hendaknya dimaknai sebagai upaya meminimalkan perbedaan dalam keluarga. Ironisnya, perselisihan sering terjadi baik pada saat uang melimpah maupun saat kekurangan uang. Mengapa demikian?
Barangkali kita perlu mencermati ceritra berikut ini.
Seorang petingggi perusahaan pembuat mobil Jepang ketika pertama kali bertugas di Indonesia. Dalam sebuah kesempatan konferensi pers, beliau menyampaikan keheranannya sekaligus mengajukan pertanyaan kepada para wartawan. Mengapa di jalan-jalan di Indonesia terdapat banyak sekali mobil yang sama? Hal ini sangat berbeda dengan di Jepang. Mobilnya sangat variatif. Tak seorang wartawan pun mampu menjawab pertanyaan itu. Sang pejabat akhirnya hanya bisa menyimpan pertanyaan itu dalam hati, sambil berusaha mencari sendiri jawaban atas pertanyaannya. Dua tahun setelah menyelesaikan masa tugasnya, sekali lagi dia mengadakan konferensi pers dengan wartawan, sekaligus berpamitan untuk kembali ke Jepang. Pada kesempatan itu, kembali dia mengajukan pertanyaan yang sama. Namun, lagi-lagi tak seorang wartawan pun bisa menjawab pertanyaannya. Akhirnya sang pejabat menjawab sendiri pertanyaannya. Ternyata orang Indonesia membeli mobil bukan berdasarkan kebutuhannya, tetapi berdasarkan keinginan supaya sama dengan milik sahabatnya, tetangganya, atau kerabatnya. Membeli karena keinginan (want) sehingga banyak yang sama atau mirip. Karena tidak sesuai dengan kebutuhan (need), maka banyak juga mobil yang hanya sekedar sebagai pajangan di rumah, dan baru keluar kandang seminggu bahkan sebulan sekali.(Sumber : Kompas – dengan modifikasi).
Penilaian yang jujur dari seorang asing tentang perilaku banal (konsumeris) dari bangsa kita, mungkin karena kelimpahan uang. Sebaliknya, kekurangan uang dapat juga menjadi malapetaka atau musibah mulai dari tingkat yang sederhana sampai tingkat memprihatinkan.
c. Membicarakan keuangan dalam keluarga adalah hal tabu.
Kalau suami-istri sudah saling mencintai dan saling memahami, maka tabu kalau membicarakan uang. Sebuah konsep berpikir yang harus ditinjau kembali, karena kegagalan membicarakan keuangan dalam keluarga dapat menimbulkan masalah serius. Ingat, “uang tidak ada hubungannya dengan cinta dan perasaan”.
3. Langkah-langkah Perencanaan Keuangan Keluarga
Untuk mendapatkan kondisi kestabilan keuangan dalam keluarga, maka diperlukan perencanaan keuangan ( finanscial planning). Berikut ini tahapan perencanaan keuangan yang mungkin menjadi alternatif untuk diimplementasikan dalam keluarga.
a. Menentukan sasaran dan tujuan keuangan keluarga.
Sasaran dan tujuan keuangan keluarga ditentukan berdasarkan analisis keuangan yang telah dilakukan sebelumnya, terutama terhadap pemasukan dan pengeluaran (rutin). Demikian juga kebutuhan akan alokasi dana harus diperhitungkan terlebih dahulu. Penentuan tujuan keuangan harus realistis dan terukur sesuai dengan kondisi keuangan keluarga, sehingga menjadi skala prioritas untuk mencapainya.
b. Mendata ulang informasi tentang keuangan keluarga.
Mengingat perencanaan keuangan merupakan proyeksi pendapatan dan pengeluaran keluarga di masa depan, maka sangat diperlukan data informasi tentang keuangan keluarga. Data tersebut meliputi informasi tentang tujuan keuangan keluarga, ekspektasi pendapatan (termasuk pendapatan tambahan), pengeluaran bulanan, dan dana darurat (emergency fund). Semakin lengkap data keuangan keluarga, maka perencanaan yang dilakukan pun semakin baik.
c. Membuat dan mengembangkan perencanaan anggaran
Perencanaan anggaran merupakan penataan semua ekspektasi pemasukan dan pengeluaran dalam periode tertentu secara teratur dan proporsional. Oleh karena itu, dalam membuat dan mengembangkan perencanaan anggaran ini, perlu melakukan pemilahan antara pengeluaran tetap (fixed cost) dan pengeluaran tidak tetap (variable cost). Jangan lupa juga mengalokasikan dana darurat (emergency fund) sebagai antisipasi terhadap kondisi tak terduga atau darurat.
d. Analisis perencanaan anggaran
Perencanaan anggaran yang telah dibuat, perlu dianalisis kembali. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi terjadinya kekeliruan atau kesalahan perencanaan, sekaligus melakukan perbaikan dan penyesuaian.
e. Melaksanakan perencanaan anggaran
Setelah perencanaan anggaran dianalisis dan diyakini bahwa sudah benar, maka segera diterapkan. Pelaksanaan perencanaan anggaran harus konsisten. Agar tetap konsisten, maka perlu melakukan pengendalian terhadap kebutuhan tak terduga. Demikian juga perlu membedakan antara kebutuhan (need) dan keinginan (want).
f. Melakukan kontrol dan evaluasi anggaran
Kontrol dan evaluasi dilakukan untuk memastikan bahwa perencanaan anggaran telah dilaksanakan secara konsisten. Lewat evaluasi, pasangan juga bisa melakukan kesepakatan-kesepakatan baru apabila terjadi deviasi atau penyimpangan terhadap perencanaan anggaran.
Tipe Alternatif Pengelolaan Keuangan Keluarga
Banyak cara yang bisa digunakan oleh pasangan suami-istri untuk mengelola keuangan dalam keluarga. Berikut ini beberapa tipe yang bisa menjadi alternatif atau pilihan.
a. Uang bersama dan sistem amplop
Tipe ini mengasumsikan bahwa semua penghasilan suami-istri (baik sama-sama bekerja atau hanya salah satu yang bekerja), merupakan uang bersama. Setiap pos pengeluaran diinventarisasi lalu diberi amplop masing-masing.
b. Membagi berdasarkan persentase
Suami-istri menginventarisasi seluruh kebutuhan pengeluaran keluarga dalam sebulan (setahun?), termasuk tabungan (saving) dan darurat (emergency). Selanjutnya, masing-masing “menyumbang” dalam bentuk persentase yang disepakati secara proporsional. Misalnya, 80 : 20. Artinya, masing-masing memberi dari penghasilannya sebesar 80% untuk seluruh kebutuhan pengeluaran keluarga, sedangkan 20% digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi masing-masing.
c. Membagi tanggung jawab antara suami-istri
Komunikasi menjadi faktor kunci dalam melakukan pembagian tanggung jawab antara suami-istri, berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pengeluaran keluarga. Pola pembagiannya bisa “berat” – “ringan” atau sebaliknya. Artinya, suami bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pengeluaran keluarga yang berat-berat (jumlahnya besar), sedangkan istri yang ringan-ringan (rutin, sederhana), atau sebaliknya. Pembagian porsi tanggung jawab ini bisa disesuaikan dengan besarnya penghasilan masing-masing.
Pertanyaan kritis yang mungkin muncul adalah, manakah tipe yang terbaik ? Bagaima kalau hanya salah satu yang bekerja ? Tipe apa pun baik, sangat tergantung dari kebiasaan dan kesepakatan bersama dalam keluarga. Suami-istri adalah dua pribadi yang berbeda tetapi satu (dwi tunggal). “Mereka bukan lagi dua melainkan satu”. Oleh karena itu, bila hanya salah satu yang bekerja, harus ada kesepakatan bersama bahwa salah satu menjadi “leader” (bertugas mencari), sedangkan yang lainnya menjadi “manajer” (bertugas mengelola). Apabila masing-masing pihak memainkan fungsi dan perannya secara maksimal, maka keluarga akan terus berlayar pada jalur kenyamanan keuangan untuk menggapai kebahagiaan sejati. Kuncinya, sang leader dan manajer harus cermat dan bijak dalam mengelola keuangan keluarga. Selamat mencoba.
(Penulis: Yoakim Deko Lamablawa)